Selasa, 03 April 2012

PERANAN HYPNOSIS/ HYPNOTHERAPY DALAM MOTIVASI DAN EMPOWERMENT


Akhir-akhir ini banyak sekali  pelatihan motivasi mulai dari Anthony Robbins yang terkenal dengan Fire  Walking nya, Get Your AlphaPower yang diselenggarakan oleh Mind Technology,   pelatihan NLP (Neuro Language Program) ,  Ari Ginanjar dengan ESQ nya, dari  yang menggunakan pola pendekatan moderen sampai dengan spiritual religius,  di mana semua pelatihan tersebut bertujuan untuk membangkitkan motivasi dan  pemberdayaan diri manusia. Dan apa yang rata-rata diperoleh dari pelatihan  tersebut? Meningkatnya rasa percaya diri,  kita menjadi orang yang selalu  berpikir positif, berpikir lebih bijak dalam menghadapi "kenyataan". Dapat  menstimulasi diri sendiri untuk lebih 'kuat'  dalam menghadapi situasi (apapun)  yang mungkin tidak menguntungkan dengan cara yang lebih arif. Selain itu juga,  mampu memberdayakan diri sendiri untuk menghadapi masalah penyakit medis  dan non medis.

Tujuan umum dalam pembangkitkan motivasi dan empowerment (pemberdayaan diri) adalah agar terjadi suatu keselarasan atau kesimbangan  pikiran, jiwa maupun mental dalam diri kita sehingga kita mampu mengimbangi situasi dan kondisi lingkungan sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi  perilaku kita. 'Selaras', sehingga mental kita lebih kuat dan bijak dalam  menyikapi masalah kehidupan sehari-hari.  Kita dapat lebih tenang dalam  berpikir maupun bertindak. Selalu berpikir positif. Meskipun dalam situasi  lingkungan yang tidak mendukung, perilaku dan aktivitas kita tidak terganggu.

Mengenai motivasi itu sendiri secara bebas mungkin dapat dikatakan sebagai  suatu 'iming-iming' atau sasaran yang membuat kita dengan segenap pikiran,  jiwa dan raga kita akan berusaha apapun untuk medapatkan 'iming-iming'  tersebut.

Setiap orang pasti mempunyai motivasi, positif maupun negatif, kecuali dia  memiliki problem  kejiwaan (sakit jiwa).

(Catatan terminologi untuk tulisan ini: yang dimaksud dengan 'positif' adalah   sesuai dengan kaidah, tatanan, etika yang  berlaku umum saat itu, dan sesuai dengan ajaran-ajaran yang mengajarkan  kebajikan seperti agama, budi pekerti dsb.  Sedangkan yang dimaksud dengan  'negatif' adalah kebalikannya atau bertentangan dengan hal di atas)

Dalam suatu masalah perilaku atau mental (diluar aspek etika, keagamaan, budi  pekerti dll.), asalkan dia mengerti motivasi sebenarnya dan dia melakukan  tindakan sesuai motivasinya, maka orang ini tidak akan bermasalah secara  kejiwaan ataupun mental.

Setiap masalah motivasi selalu dikaitkan dengan perilaku atau tindakan.

Ada empat kategori untuk hal itu:

Pertama:
Keadaan yang ideal. Kita mengetahui motivasi kita yang sebenarnya dan sehingga tindakan/ perilaku kita sesuai dengan motivasi kita.

("Saya tahu apa yang saya mau")

Contoh:
Seorang pegawai yang akhir-akhir ini selalu bekerja lembur karena termotivasi  karena istrinya akan melahirkan anak pertama sehingga membutuhkan biaya  persalinan. Si pegawai tidak bermasalah meskipun dia harus bekerja lembur,  karena terbayang di pikirannya suatu kebahagiaan untuk memiliki anak pertama.  Dia akan bekerja sukarela dan dengan senang hati. Orang-orang di sekelilingnya  pun tidak ada masalah dengan dirinya.

Seorang mafioso melakukan pembunuhan dan perampokan di mana-mana,  karena termotivasi untuk mendapatkan uang yang banyak dan kekuasaan. Sang  mafioso juga tidak ada masalah dengan mental atau perilakunya, karena meskipun dia melakukan pembunuhan, motivasinya adalah berkuasa dengan cara seperti ini. Pada dasarnya dia memang menyukai hal itu. Jelas, dia tidak  diterima oleh lingkungan, tetapi untuk lingkungan kecil atau kalangan bandit  mungkin dia diterima.

Kedua:
Kita mengetahui motivasi kita yang sebenarnya namun oleh karena berbagai macam hal, tindakan/ perilaku kita tidak sesuai dengan motivasi kita, atau  tindakan/ perilaku kita tidak sesuai dengan tatanan yang berlaku atau salah.  (dalam bahasa jawa dikatakan 'nyeleneh').

("Saya tahu tetapi sulit")

Contoh:
Seorang remaja ingin bebas dari masalah tekanan dari orang tuanya maka dia  melarikan diri ke narkoba agar masalahnya selesai. Motivasinya benar bahwa dia  ingin bebas, namun tindakannya selah sehingga menyebabkan suatu  permasalahan.
Seorang mencuri uang karena ingin membahagiakan istrinya. Sudah benar bahwa motivasinya ingin membahagiakan istri, namun tindakannya tidak benar. Orang terpaksa bekerja di tempat yang menurutnya tidak sesuai dengan hati  nuraninya Dia terpaksa melakukannya karena motivasi ekonomi. Seseorang ingin  menurunkan berat badan, tetapi tetap saja makan berlebihan.

Ketiga:
Kita tidak mengetahui motivasi kita yang sebenarnya. Yang kita pikirkan hanya  proses tindakannya saja. Yang penting tindakannya tidak negatif. ("Saya dapat  bertindak apa saja asalkan benar dan tidak negatif meskipun saya tidak tahu  saya mau apa, pokoknya kerjakan saja" - untung-untungan)

Untuk kategori ini mungkin tidak akan menjadi masalah kalau dia merasa bahwa  apapun yang terjadi memang demikianlah adanya (pasrah). Syukur-syukur kalau  berhasil, tetapi kalau gagal memang demikian adanya terima saja.

Pada orang-orang tertentu mungkin tidak dapat seperti ini. Meskipun dimulut  mengatakan bahwa kalau gagal memang demikian adanya, tetapi dalam hatinya  bergejolak luar biasa.

Seperti anak ayam kehilangan induknya, dia akan menciap-ciap terus karena  tidak tahu harus apa.

Kategori ini berpotensi untuk mengalami masalah perilaku yang muncul (biasanya terjadi belakangan) bila si pelaku mengalami guncangan emosional.

Contoh:
Seorang bersedia bekerja apapun meskipun dia harus kerja siang malam tanpa  henti. Jika ditanyakan mengapa dia bekerja seperti itu, dia akan menjawab  "Ya ..., entahlah, senang saja". Dia merasa tidak ada masalah dengan  tindakannya karena hanya berorientasi pada proses tindakannya saja.

Sekarang bayangkan, jika suatu saat terjadi suatu pemutusan hubungan kerja di  tempat kerjanya. Jika dia pasrah terhadap keadaan, maka perubahan apapun  dalam lingkungan kerjanya tidak akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dan  dia mungkin akan mencari pekerjaan lain.

Ternyata, tidak semua orang dapat pasrah dengan keadaan itu. Dia akan 'sakit',  dimana perilakunya akan terganggu seperti menjadi stress, depresi atau masalah  yang lainnya.   Dia akan menjadi orang 'pesakitan'. Setiap waktu hanya  mengeluh, mengeluh, dan mengeluh.

Bayangkan kalau dia tidak kuat menghadapi hal tersebut (ini kasus yang sering  terjadi), secara penampilan mungkin tidak terlihat, tetapi mulai saat itu dia mulai  terjangkit penyakit medis seperti diabetes atau darah tinggi dan sebagainya.



Keempat:
Kita tidak mengetahui motivasi kita sebenarnya sehingga tindakan/ perilaku kita  pasti salah karena tidak sesuai dengan motivasi kita sebenarnya.  Kalaupun  terlihat tindakannya benar, sebenarnya hanya kamuflase saja karena belum  tentu kita merasa benar-benar puas.

("Saya tidak tahu apa yang saya mau" - terlalu berandai-andai, berasumsi, dan  'untung-untungan')

Umumnya kategori ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru sehingga membuat permasalahan yang tadinya sederhana menjadi lebih kompleks dan rumit.

Contoh:
Seseorang istri mengurangi makannya secara berlebihan supaya kurus karena  dia beranggapan bahwa kalau makan banyak berarti tidak sehat. Setelah  dilakukan terapi, ternyata motivasinya untuk kurus karena ingin menjadi pusat  perhatian dengan bentuk badan yang baru.

Secara pribadi, orang dalam kategori pertama, baik secara jiwa, mental dan  perilaku, sama sekali tidaklah bermasalah. Tidak peduli motivasinya positif atau  negatif. Perbedaannya, jika dia motivasinya positif, dia akan diterima lingkungan.  Sedangkan jika motivasinya negatif mungkin hanya diterima pada kalangan atau  lingkungan tertentu saja tetapi dia tetap nyaman.

Demikian pula dalam hal medis. Seseorang yang secara medis terkena diabetes,  ia tahu bahwa hidup ini harus dijalani apa adanya dan sadar bahwa manusia  memang banyak cobaan. yang penting bagi dia adalah hidup berbahagia. Oleh  karena dia tahu motivasinya ingin bahagia, dia tidak terlalu memikirkan  diabetesnya. Dia berobat seperti biasa, dan perilakunya pun tidak terpengaruh.  Dia tetap seperti biasanya, aktivitasnya normal-normal saja tanpa ada rasa stress  atau depresi.

Pada kategori kedua, ketiga dan keempat inilah biasanya terjadi suatu masalah  mental dan perilaku seperti contoh-contoh di atas. Sangat berbeda jika orang  dalam contoh kasus di atas, seperti pada kategori tiga, dia mengetahui motivasi  dia sebenarnya. Tentunya dia tidak perlu menjadi orang "pesakitan" yang tiap  hari selalu mengeluh. Dia akan segera berpikir ke depan dan positif untuk  berusaha yang lainnya dimana motivasinya adalah untuk hidup bahagia.

Lihat seperti contoh kasus yang muncul sejak tahun 1998, banyak sekali orang  yang terkena PHK malahan dapat menjadi pengusaha yang sukses karena  mempunyai motivasi positif yang jelas dan mampu memberdayakannya.

Apa yang mempengaruhi motivasi sehingga berakibat pada perilaku kita?

Situasi dan kondisi kota besar dan kemajuan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi suasana dan kondisi lingkungan sekitar kita. Secara langsung  atau tidak, baik ataupun buruk, hal ini mempengaruhi mental dan erilaku kita.   Akibatnya, mungkin saja secara tidak sadar motivasi jadi berubah, atau kita tidak  sempat/ tidak mampu untuk memberdayakan motivasi kita yang sebenarnya.  Sekarang,  tergantung pada sikap kita sendiri, mampukah kita mengatasi/  mengimbanginya tanpa adanya perubahan mental dan perilaku karena kita tetap  berpendirian teguh pada motivasi kita sebenarnya? atau "tune in" dalam  lingkungan itu sehingga perilaku dan sikap kita tidak terganggu dalam  menghadapinya meskipun kita tetap mengacu pada motivasi kita yang  sebenarnya? atau kita dapat memandang hal itu dengan sikap bijak? atau kita  hanyut dengan kondisi tersebut karena sudah tidak peduli dengan motivasi awal  kita? atau kita tidak mampu mengimbangi dan selaras sehingga kita frustasi  terhadap keadaan ini karena kita terlalu bersikukuh dengan motivasi kita  sebenarnya?.

Banyak masalah-masalah mental dan perilaku yang muncul karena adanya pengaruh langsung maupun tidak langsung dari lingkungan sekeliling kita. Seseorang menjadi stress karena merasa tidak tepat berada di lingkungan kerjanya atau lingkungan tempat tinggalnya, tetapi dia tidak dapat melepaskan  diri dari pekerjaannya karena adanya tuntutan ekonomi sehingga mau tidak mau dia harus berada di sana.

Mungkin masalah-masalah tersebut tidak terjadi jika kondisi kita berada dalam  suatu lingkungan yang amat kondusif, sangat aman, tentram dan nyaman  seperti pada suatu pedesaan yang tenang, aman, tentram seperti di cerita-cerita  dongeng.  Tetapi apakah kehidupan di era globalisasi, terutama di kota besar,  dapat seperti itu? Manusia dituntut untuk saling bersaing bagaimanapun bentuk  dan caranya, sehingga rasa cemas, rasa stress, atau depresi dapat muncul kapan  saja.

Lalu harus bagaimana?
Apa yang terjadi bila tidak mampu untuk 'selaras' dengan lingkungan ? Dan  bagaimana caranya agar 'selaras'?

Motivasi dan pemberdayaan diri sendiri menjadi modal utama. Dengan patokan  ini kita berupaya agar kita tidak merasa tertekan, tidak merasa stress, atau tidak  frustasi dalam menghadapi situasi lingkungan yang seperti itu, yang penuh  dengan kompetisi (sehat maupun tidak sehat), sesuai atau tidak sesuai dengan  hati nurani.

Kalau tidak mampu, maka kita menjadi "sakit" yang disebabkan oleh karena lingkungan itu sendiri.

Dan mungkin kita akan berkata 'lingkungan kita sangat ganas'. Tetapi dengan  kemampuan kita selaras dengan lingkungan membuat kita seolah-olah merasa  sudah 'menjinakkan' lingkungan tersebut sehingga mental dan perilaku kita tidak  ada masalah.

Dalam hal ini, motivasi dan pemberdayaan diri ini menjadi penting dalam proses  'pencegahan dan penyembuhan' suatu "penyakit" perilaku dan mental. Dengan  memiliki motivasi yang jelas (bagi diri sendiri) membuat kita menjadi bijak.

Dengan kepala dingin kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan lebih baik  karena kita dapat memilah antara mana yang efeknya akan merugikan dan  menguntungkan diri kita,  memilah mana yang negatif dan mana yang positif,  baik atau buruk dan seterusnya sehingga kita dapat menentukan tindakan apa  yang sesuai dengan diri dan motivasi kita.

Selain "penyakit perilaku dan mental", motivasi dan empowerment juga menjadi  penting dalam hal proses penyembuhan suatu penyakit medis. Seperti telah  dijelaskan dalam tulisan sebelumnya mengenai "Hypnotherapy sebagai alat  bantu proses penyembuhan", proses penyembuhan akan berjalan lancar jika  motivasi untuk sembuh juga besar. Dengan kejelasan suatu motivasi, "Saya ingin  sembuh dari penyakit ini karena saya termotivasi ingin membuat keluarga saya  tetap bahagia", maka secara otomatis kita akan melakukan pemberdayaan diri  sendiri untuk sembuh dan mencapai motivasi yang diharapkan.

Pertanyaan selanjutnya, "Bagaimana motivasi dan empowerment itu dibangkitkan lalu dipertahankan?"

Beberapa keluhan yang sering muncul adalah berasal dari kategori kedua, ketiga  dan keempat diatas.
"Kepala saya pening terus. Saya ingin sembuh dan ingin aktivitas saya tidak  terganggu oleh hal ini, saya sudah mencobanya tetapi sulit sekali", "Saya ingin  bebas dari masalah yang mengganggu aktivitas saya, namun sulit sekali".  Dan  semakin sulit untuk mengatasinya, biasanya orang tersebut semakin frustasi, sehingga menimbulkan masalah yang lebih kompleks, bahkan bisa merambat ke  arah penyakit medis seperti darah tinggi, asam urat, dan sebagainya.

Pada kasus lainnya, seseorang ingin menurunkan berat badan tetapi sulit sekali  karena masih senang makan banyak. Umumnya dia sendiri tidak mengetahui apa  motivasi sebenarnya (ini kasus yang sering muncul) yang membuat dia ingin  menurunkan berat badan. Motivasinya telah  tertutupi oleh keinginan makan  yang banyak.

Memang, sangat mudah mengatakannya di mulut '"Saya ingin bebas dari masalah ini", namun tindakannya tidak mencerminkan keinginan tersebut. Mencari pelarian dalam rangka membebaskan diri dari masalah tersebut mungkin  dapat dilakukan, seperti makan yang berlebihan, narkoba, minuman keras, dan  lain-lainnya. Tetapi perlu diperhatikan, pelarian tersebut belum tentu  membebaskan dia dari masalah utamanya sehingga di lain waktu "penyakit" itu  kambuh lagi. Selain itu juga berbahaya karena ditengarai kemungkinan  timbulnya masalah baru yang menyebabkan permasalahan yang sebenarnya  sederhana menjadi lebih kompleks.

Hal yang sering terjadi, dimulut bilang A di hati ternyata Z.
Berbeda dengan seseorang yang sangat jelas dan paham motivasi dirinya. Secara otomatis dia akan melakukan suatu pemberdayaan sedemikian rupa sehingga mencapai apa yang diinginkannya.
Seorang yang ingin menurunkan berat badan karena motivasinya ingin menyenangkan pasangannya. Secara otomatis, dia akan bertindak atau berperilaku apapun yang membuat pasangannya senang termasuk untuk menurunkan berat badannya.

Atau, seperti contoh kasus dalam kategori tiga di atas, jika orang tersebut  mengerti bahwa misalkan motivasinya adalah ingin membahagiakan keluarganya,  tentunya dia akan memberdayakan dirinya untuk segera mencari pekerjaan  lainnya. Dapat kita lihat berapa contoh, banyak orang-orang yang malahan  sukses setelah masa krisis tahun 1998.

Atau dalam hal medis, sesesorang atlit ingin segera sembuh dari penyakitnya  saat ini, karena termotivasi bahwa bila dia sembuh akan dapat bertanding dalam  suatu kejuaraan yang sudah lama dia idam-idamkan. Si atlet tentunya akan  melakukan pemberdayaan sedemikian rupa, seperti melakukan latihan ringan  yang dapat membantu mengobati penyakitnya, mengikuti saran dokternya dan  sebagainya. Bayangkan kalau dia tidak termotivasi, mungkin si atlet akan malas  melakukan hal itu semua.

Dalam hal sehari-hari, seorang anak rajin ke sekolah karena termotivasi untuk  bertemu pacarnya di sekolah bukan untuk belajar.
Dan masih banyak lagi.

Sebenarnya, membangkitan motivasi dan memberdayakannya dapat dilakukan oleh kita sendiri kalau kita dapat berpikir jernih, pikiran kita sedang tenang  maupun santai. Namun apakah kondisi lingkungan kita dapat membuat kita  berpikir jernih dan tenang kalau setiap hari kita selalu diburu-buru oleh  pekerjaan dan aktivitas kita? Tidak semua orang dapat melakukannya.

Dalam suatu proses hypnotherapy oleh seorang Hypnotherapist profesional, melalui teknik dan metoda tertentu, seorang klien diberikan terapi agar dia  benar-benar 'clear' dengan motivasi dirinya yang sebenarnya.  Dengan kejelasan  motivasi ini, maka klien, tanpa perasaan kritis dan analitis dan tanpa perlu ragu,  akan melakukan pemberdayaan diri dalam rangka mencapai motivasinya.  Tingginya motivasi untuk menyelesaikan 'penyakit' atau masalah yang dimilikinya,  membuat klien melakukan pemberdayaan sedemikian rupa sehingga  proses  'penyembuhan' atau pemecahan masalahnya dapat berjalan lancar.

Selain memperjelas motivasi, seorang hypnotherapist dapat juga memberikan  sudut pandang baru agar klien yang tadinya memiliki motivasi negatif bergeser  sehingga memiliki motivasi baru yang positif dan memberikan pandangan  mengenai nilai-nilai baru.

Seorang Hypnotherapist bukan seorang cenayang, ataupun peramal atau orang  yang memiliki kesaktian yang dapat membangkitkan suatu motivasi dalam  sekejap seperti tukang sulap dengan hanya membalikkan telapak tangan. Tidak  semua hal dapat dilakukan seperti itu. Ingat, jiwa manusia sangat unik. Seperti  telah disebutkan, tiap orang dapat saja bereaksi berbeda dalam suatu  permasalahan yang persis sama. Dalam suatu pemberdayaan untuk mencapai  suatu motivasipun, orang masih dapat berubah.

Bagaimana membangkitkan motivasi seorang klien sehingga dia melakukan pemberdayaan, merupakan tantangan tersendiri bagi seorang hypnotherapist (Proses ini disebut dengan proses 'hypno-therapeutic')

Dalam hal penyakit medis, seperti halnya yang telah dilakukan oleh para pakar  hypnotherapist, proses therapeutic juga dapat mengurangi penyakit medis  seorang klien secara berangsur. Klien dapat mengatasi masalah mentalnya  dengan pikiran yang lebih jernih dan lebih positif.

Sebenarnya, metoda hypnotherapy seperti ini sudah dilakukan oleh pemuka- pemuka agama (seorang kyai atau ustad, seorang pendeta atau pastor, seorang  bhiksu, maupun seorang konselor, dan sebagainya) dalam kegiatan-kegiatan  mereka membangun nilai-nilai pekerti yang luhur. Tujuannya sama, meskipun  pendekatan tekniknya berbeda, dimana mereka menggunakan penekanan  religius spiritual, membimbing klien agar klien menyadari motivasi dirinya yang  sebenarnya dan melakukan pemberdayaan sesuai motivasinya sesuai dengan  nilai dasar yang dimiliki.



Seorang hypnotherapist profesional, meskipun dia bukan seorang konselor, bukan seorang psikiater, bukan seorang psikolog, bukan seorang dokter, ataupun bukan seorang pemuka agama, dia dapat melakukan hal serupa, karena  biasanya hypnotherapist lebih memperhatikan proses therapy daripada 'content'.  Perbedaannya bahwa dia tidak menanamkan nilai-nilai dasar baru kecuali ahlinya  (dokter, psikolog, psikiater, konselor, pemukia agama). Tetapi, seperti  disebutkan pada tulisan sebelumnya, AKAN LEBIH BAIK jika seorang  hypnotherapist memahami hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan,  spritual dan religius. Tentunya hal ini dapat dipelajari atau dapat juga melalui  pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain. Pengalaman diri sendiri biasanya lebih efektif daripada hanya belajar karena adanya unsur rasa dan  sentuhan emosional. Bagaimana dia dapat mengetahui masalah keluarga secara  mendalam kalau dia sendiri belum pernah berkeluarga?

Demikian pula sebaliknya, apabila seorang pemuka agama, konselor, dokter,  psikiater maupun psikolog dilengkapi dengan teknik-teknik hypnotherapy,  tentunya akan lebih baik dan lebih efektif lagi dalam menjalankan kegiatannya.  Mereka sudah memiliki dasar pengetahuan mengenai nilai-nilai sehingga tinggal  cara menanamkan nilai-nilai tadi kepada kliennya dengan lebih efektif.

Namun, TIDAK PERLU KHAWATIR, meskipun sebagai seorang hypnotherapist anda bukan seorang dokter, psikiater, psikolog, konselor, maupun seorang pemuka agama, anda tetap dapat melakukannya.  Setiap klien mempunyai nilai  dasar, karakter dan sistem kepercayaan yang berbeda, dan kita bukanlah  manusia super yang mampu menyelesaikan segalanya. Oleh karena itu seorang  hypnotherapist  dapat bekerjasama dengan mereka (psikiater, psikolog, dokter,  konselor, pemuka agama, dll) untuk menyelesaikan suatu permasalahan klien. Demikian pula sebaliknya.

Di luar negeri, seperti di Eropa dan Amerika, sudah merupakan suatu hal biasa  bila seorang hypnotherapist saling memberikan rujukan atas suatu permasalahan  klien dengan seorang psikolog, psikiater ataupun yang lainnya. Karena pada  dasarnya suatu pengobatan belum tentu dapat ditangani hanya oleh satu orang,  kecuali dia orang yang sangat hebat sekali.

Dari sini terlihat bahwa aplikasi hypnotherapy sangatlah luas dan bermanfaat  bagi kehidupan sehari-hari untuk membangkitkan motivasi dan memberdayakan  diri. Tulisan ini hanya menjelaskan sebagian kecil peranan hypnotherapy. Masih  banyak lagi fungsi yang lain dari hypnosis/hypnotherapy, seperti dalam aspek  manajemen, komunikasi, pemasaran/ promosi, perusahaan, hukum, rumah  tangga, dan lain-lain.

Dengan melihat hal ini, apakah kita masih mempunyai pandangan bahwa hypnosis atau hypnotherapy adalah jelek, buruk atau berbahaya.....????

Ditulis dari berbagai sumber dan pengalaman oleh:
NSK NUGROHO, CHI
Hypnotist - Hypnother

Tidak ada komentar:

Posting Komentar